Masyarakat Indonesia Masa Praaksara Bagian Dua

indonesia praaksara bagian dua

Masyarakat Indonesia Masa Praaksara Bagian Dua

D. CORAK KEHIDUPAN MASA PRAAKSARA Indonesia Praaksara Bagian Dua

Berdasarkan benda-benda hasil kebudayaannya, Masa Praaksara dapat kita bagi menjadi beberapa periode, yaitu Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum dan Zaman Logam. Baca artikel sebelumnya!

Paleolitikum atau Zaman Batu Tua merupakan periode awal dalam kehidupan manusia praaksara Ciri-ciri benda hasil kebudayaannya adalah alat batunya masih kasar, belum dihaluskan di sebagian atau kedua sisinya. Benda-benda hasil kebudayaan Paleolitikum ini terbagi menjadi dua, yaitu:

  • kebudayaan Ngandong, antara lain berupa serpih batu atau flakes yang banyak ditemukan di daerah Ngandong, Jawa Tengah;

     Indonesia Praaksara bagian dua
    Indonesia Praaksara bagian dua Serpih batu atau flakes
  • kebudayaan Pacitan, antara lain berupa kapak genggam, kapak perimbas, alat penetak, dan alat serpih.

    Indonesia Praaksara bagian dua
    Indonesia Praaksara bagian dua Kapak Genggam.

Kemudian Mesolitikum atau Zaman Batu Menengah. Ciri-cirinya adalah alat batunya sudah mulai dihaluskan pada sebagian atau kedua sisinya. Salah satu hasil kebudayaannya adalah kapak genggam Sumatra yang banyak ditemukan di pantai timur Sumatra (Lhokseumawe, Langsa, dan Binjai [Tamiang]). Selain itu, ada alat serpih yang ditemukan di NTT dan Sulawesi Selatan. Baca artikel sebelumnya!

Lalu Neolitikum atau Zaman Batu Muda. Ciri-cirinya adalah alat batunya sudah mulai dihaluskan pada kedua sisi benda. Hasil kebudayaannya berupa kapak lonjong yang banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Bali.

Kapak lonjong banyak digunakan upacara ritual dan perkakas sehari-hari. Ada juga kapak lonjong yang ditemukan di Papua. Kapak lonjong berukuran besar disebut walzenbeil dan kapak lonjong berukuran kecil disebut kleinbeil.

Selain kapak lonjong, terdapat kapak persegi yang penemuannya meliputi hampir di seluruh Kepulauan Indonesia. Fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi, yaitu sebagai alat pertanian, alat upacara, dan alat barter.

Indonesia Praaksara bagian dua
Indonesia Praaksara bagian dua. Kapak persegi
Indonesia Praaksara bagian dua
Indonesia Praaksara bagian dua. Kapak lonjong.

Dan yang terakhir, Zaman Logam. Indonesia Praaksara Bagian Dua

Manusia praaksara sudah dapat membuat benda- benda dari logam. Kebudayaan logam yang berkembang di Nusantara adalah logam perunggu. Kebudayaan logam perunggu ini dipengaruhi oleh kebudayaan Dong Son yang berkembang di Vietnam. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kemiripan benda-benda logam di Nusantara dengan di daerah Dong Son. Misalnya, candrasa, nekara, moko, bejana perunggu, mata panah, dan tombak. Mereka sudah mengenal teknik pembuatan benda dari logam, yaitu bivalve dan a cire perdue.

  • Bivalve (teknik dua setangkup)
    Teknik ini menggunakan dua cetakan yang dapat ditangkupkan. Cetakan diberi lubang pada bagian atasnya untuk tempat menuangkan cairan logam. Jika perunggu sudah dingin, cetakan di bagian atasnya kemudian dibuka. Cetakan ini dapat digunakan berkali-kali.
  • A cire perdue (teknik cetak tuang)

    Berikut langkah-langkah membuat benda logam dengan teknik cetak tuang.

    pertama:  Teknik ini diawali dengan pembuatan model dari lilin yang dilapisi tanah liat. Bagian atas dan bawah model diberi lubang.
    kedua: Setelah mengeras, tanah liat kemudian dipanaskan dengan api sehingga lilin mencair keluar melalui lubang di bagian bawah.
    ketiga: Dari lubang atas, dituangkan cairan perunggu. Jika perunggu yang dituangkan sudah dingin, cetakan tanah liat tersebut dipecah untuk mengambil benda yang sudah jadi. Cetakan ini hanya bisa digunakan satu kali.

indonesia praaksara bagian dua
indonesia praaksara bagian dua

Nekara (kanan) dan Moko (kiri), contoh hasil karya Zaman Logam

Terdapat zaman yang tidak dapat dimasukkan ke dalam periodisasi Masa Praaksara Indonesia, yaitu Megalitikum atau Zaman Batu Besar. Hal ini karena corak kebudayaannya ada di hampir setiap Masa Praaksara di Indonesia.

Kehidupan manusia praaksara semakin lama semakin kompleks, termasuk dalam bidang kepercayaan. Ketergantungan terhadap alam membuat mereka percaya adanya kekuatan gaib di sekelilingnya. Oleh karena itu, berkembanglah animisme dan dinamisme. Animisme adalah kepercayaan yang meyakini segala sesuatu yang ada di bumi, baik benda hidup maupun mati, memiliki roh. Roh-roh tersebut harus dihormati dengan cara dipuja atau diberi sajen. Adapun dinamisme adalah kepercayaan yang meyakini benda-benda di sekitar manusia memiliki kekuatan gaib (mana) yang mampu memberi manfaat maupun marabahaya bagi manusia.

Sebagai sarana dalam melaksanakan ritual kepercayaan mereka, manusia praaksara membuat benda-benda yang akan digunakan dalam ritual. Benda-benda tersebut terbuat dari batu-batuan berukuran besar sehingga dikenal dengan Megalitikum. Benda-benda hasil kebudayaan megalitik adalah sebagai berikut.

  1. Dolmen atau meja sesajen.
  2. Menhir atau tugu pemujaan.
  3. Punden berundak berupa titian tangga menuju puncak tempat sesajen.
  4. Sarkofagus atau kubur batu.
  5. Waruga (kubur batu dari daerah Minahasa, Sulawesi).

Berdasarkan mata pencarian manusia praaksara, kita dapat membagi periodisasi kehidupan praaksara menjadi Masa Berburu dan Meramu, Masa Bercocok Tanam Tingkat Awal, dan Masa Bercocok Tanam Tingkat Lanjut.

Indonesia Praaksara bagian dua
Indonesia Praaksara bagian dua

Masa Berburu dan Meramu

Pada Masa Berburu dan Meramu, manusia praaksara masih bergantung pada alam. Mereka mencari makanan dengan cara berburu ataupun mengumpulkan makanan. Oleh sebab itu, mereka masih berpindah-pindah tempat tinggal (nomaden) mencari daerah yang kaya sumber bahan makanan. Mereka menetap di gua-gua terbuka (abris sous rouche) yang dekat dengan sumber mata air. Pembagian kerja sudah diatur secara sederhana. Kaum laki-laki berburu dan perempuan memasak. Mereka juga mengenal pemimpin kelompok yang dipilih berdasarkan kekuatan fisiknya. Di dalam gua tempat tinggal mereka, ditemukan lukisan gua yang menjadi simbol religi dan seni. Ada juga tumpukan sampah dapur (kjokkenmoddinger) berupa kulit kerang yang sudah membatu. Baca artikel sebelumnya!

Indonesia Praaksara bagian dua
Indonesia Praaksara bagian dua. Gua hunian tempat Homo floresiensis tinggal.
indonesia praaksara bagian dua
Lukisan praaksara di Gua Leang-Leang, Maros, Sulawesi Selatan.

Masa Bercocok Tanam Tingkat Awal

Masa Bercocok Tanam Tingkat Awal ditandai dengan adanya perubahan sistem mata pencarian dari berburu menjadi berhuma. Ketergantungan mereka terhadap alam sudah mulai berkurang. Mereka sudah dapat mengolah tanah dengan berhuma atau ladang berpindah. Mereka membuka hutan menjadi lahan perkebunan. Apabila sudah panen dan tanahnya tidak subur lagi, mereka akan meninggalkan lokasi tersebut. Dengan demikian, pola kehidupannya sudah semisedenter atau menetap untuk jangka waktu sementara. Biasanya, mereka membuat rumah panggung sebagai tempat tinggalnya. Rumah panggung dibuat untuk menghindari hewan buas yang berkeliaran.

Sistem kepercayaan animisme dan dinamisme pun semakin berkembang. Mereka mengenal shaman atau dukun yang akan memimpin upacara ritual. Baca artikel sebelumnya!

Masa Bercocok Tanam Tingkat Lanjut Indonesia Praaksara Bagian Dua

Pada Masa Bercocok Tanam Tingkat Lanjut, manusia praaksara sudah dapat bersawah. Mereka sudah mengenal astronomi, menggunakan rasi bintang untuk menentukan musim panen dan musim tanam. Kegiatan perekonomian mereka pun bertambah dengan adanya perdagangan menggunakan sistem barter. Pemimpin kelompok tidak agi dipilih hanya berdasarkan kekuatan fisik, tetapi juga berdasarkan tingkat kecerdasan dan keahliannyanya. Dengan demikian, di dalam masyarakat, sudah ada pembagian kerja yang lebih kompleks.

Masa Perundagian Indonesia Praaksara Bagian Dua

Undagi berarti ‘terampil’. Pada masa ini muncul golongan yang terampil melakukan suatu jenis usaha, seperti membuat peralatan logam, kayu, gerabah, dan perhiasan. Namun, golongan undagi lebih mengacu kepada orang-orang yang terampil membuat peralatan logam. Tidak semua orang mampu membuat alat-alat tersebut. Oleh karena itu, dikenalnya logam menandai Masa Perundagian. Pada masa ini, masyarakat Nusantara sudah hidup secara menetap. Tata kehidupan sudah semakin teratur dan terpimpin. Perdagangan antarpulau telah berlangsung yang dilakukan dengan sistem barter. Baca artikel sebelumnya!

Indonesia Praaksara bagian dua
Kegiatan bercocok tanam masih dilakukan oleh masyarakat Nusantara hingga saat ini. Kemampuan bercocok tanam ini dipercaya dibawa oleh bangsa Yunan (Tiongkok) dan Vietnam ke Nusantara pada 1500 SM.

E. ASAL USUL NENEK MOYANG BANGSA INDONESIA

Asal usul nenek moyang bangsa Indonesia masih belum dapat dipastikan. Banyak teori yang menyatakan asal usul nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari wilayah-wilayah tertentu di sekitar Indonesia. Teori-teori tersebut juga didukung oleh bukti yang dikemukakan para ahli. Berikut adalah beberapa teori asal usul nenek moyang bangsa Indonesia yang dikemukakan para ahli.

  1. Teori Out of Afrika
    Teori ini memandang Homo sapiens berasal dari satu tempat di Afrika. Sekitar 100.000-70.000 tahun lalu, manusia modern ini mulai meninggalkan Benua Afrika dan menyebar atau bermigrasi ke berbagai daerah di dunia.
    Salah satu kelompok migrasi Homo sapiens tersebut sampai ke Indonesia kemudian berlanjut ke Australia. Di Indonesia, fosil Manusia Wajak (Homo wajakensis) merupakan spesimen tertua Homo sapiens yang pernah ditemukan, sekitar 40.000-6.500 tahun lalu. Hal tersebut menandakan wilayah Nusantara telah dihuni oleh manusia modern awal pada kurun waktu tersebut.
    Berdasarkan hasil penelitian arkeologis, gelombang migrasi Homo sapiens awal yang datang dari Afrika masuk ke wilayah Nusantara diperkirakan pada 60.000 tahun yang lalu. Ras yang sekarang disebut Melanesia dan menjadi nenek moyang sebagian masyarakat Indonesia bagian timur.
    Selanjutnya, kembali terjadi migrasi manusia ke kepulauan Nusantara dari Asia Selatan yang kemudian berdiaspora ke berbagai arah, termasuk Indonesia. Manusia tersebut bercirikan ras Austalomelanesoid—sekarang lebih dikenal sebagai populasi Melanesia, mengelompok di kawasan Indonesia Timur.
  2. Teori Out of Yunnan

    Teori ini mengemukakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunnan, sebuah provinsi di sebelah barat daya Tiongkok. Moh. Ali, R.H. Geldern, J.H.C. Kern, dan Slamet Muljana adalah pendukung dari teori ini yang didasari oleh dua hal, kemiripan kapak tua di wilayah Asia Tengah dengan di Nusantara, dan kemiripan bahasa Champa di Kamboja dengan bahasa Melayu di Nusantara. Manusia dari Yunnan diyakini bermigrasi menyusuri Sungai Mekong yang kemudian menyeberang ke berbagai daerah, salah satunya adalah Nusantara.
    Ada tiga gelombang migrasi manusia dari Yunnan ke Indonesia, yaitu sebagai berikut.
    Pertama: Bangsa Negrito pada 10.000 tahun yang lalu. Mereka diyakini sebagai keturunan Proto-Australoid yang berpindah dari sekitar Laut Tengah dan tinggal di India. Ketika bangsa Dravida datang, mereka menyingkir ke timur (Tiongkok), kemudian menyebar ke berbagai daerah, salah satunya Nusantara.
    Kedua: Bangsa Proto-Melayu masuk ke wilayah Nusantara melalui dua jalan, yaitu jalur barat (melalui Semenanjung Melayu terus ke Sumatera dan selanjutnya tersebar ke seluruh Nusantara) dan jalur timur (melalui Filipina terus ke Sulawesi aan selanjutnya tersebar ke seluruh Nusantara. Kedatangan bangsa Proto-Melayu ini diperkirakan terjadi pada 1500 SM. Mereka membawa kebudayaan baru bercocok tanam dan keterampilan dalam membuat kapak yang sudah halus.
    Ketiga: Bangsa Deutro-Melayu diperkirakan memasuki wilayah Nusantara diperkirakan sejak 300 SM. Mereka masuk ke wilayah Nusantara melalui jalur barat, yaitu melalui daerah Semenanjung Malaya terus ke Sumatra dan seluruh wilayah Nusantara. Mereka diyakini berasal dari Ddng Son, Vietnam, dikenal sebagai pelaut-pelaut andal serta membawa keahlian membuat barang dari perunggu—Nusantara kemudian memasuki Masa Perundagian. Baca artikel sebelumnya!

  3. Teori Nusantara

    Menurut teori ini, bangsa Indonesia berasal dari wilayah Indonesia sendiri, bukan dari daerah lainnya. Teori ini dikemukakan oleh ‘.’„hammad Yamin. Menurutnya, penemuan fosil dan artefak lebih canyak dan lebih lengkap di Indonesia daripada daerah lainnya di Asia. Kemungkinan justru bangsa Indonesialah yang menyebar ke uar wilayahnya, menjadi nenek moyang di daerah lainnya.

F. PERSEBARAN NENEK MOYANG BANGSA INDONESIA

Proses persebaran nenek moyang bangsa Indonesia dimulai pada Zaman Pleistosen, ketika terjadinya Zaman Es (Glasial). Hal tersebut mengakibatkan Kepulauan Indonesia bersatu dengan daratan Asia. Laut dengkal yang ada di antara pulau-pulau Indonesia bagian barat surut sehingga membentuk Paparan Sunda, menyatukan Indonesia bagian barat dengan daratan Asia. Sementara itu, di bagian timur, terbentuklah paparan Sahul yang menyatukan Indonesia bagian timur dengan Australia. Hal tersebut memungkinkan terjadinya perpindahan manusia dan hewan dari Asia ke Indonesia bagian barat dan sebaliknya. Begitu juga di bagian timur. memungkinkan perpindahan dari daratan Australia ke Indonesia bagian timur dan sebaliknya.

Kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia terjadi secara bertahap. Berikut adalah tahapan kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia. Baca artikel sebelumnya!

  1. Proto-Melayu (Melayu Tua)

    Sekitar tahun 1500 SM, gelombang migrasi pertama bangsa Melayu Austronesia dari ras Mongoloid datang ke Nusantara. Mereka membawa peradaban batu ke Nusantara. Rombongan imigran ini dikenal juga bangsa Proto-Melayu (Melayu Tua). Gelombang migrasi ini datang dari Yunan dan bermigrasi di Indonesia melalui dua jalur, yakni jalur barat dan jalur timur.
    Pertama: Jalur barat, gelombang imigrasi datang dari Yunan menuju Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, dan Flores.
    Kedua: Jalur timur, gelombang imigrasi datang dari Yunan melalui Vietnam, Taiwan, Filipina, Maluku, Halmahera, dan Papua.
    Ketiga: Keturunan Proto-Melayu adalah suku Dayak, Toraja, dan Batak.

  2. Deutero-Melayu (Melayu Muda) Indonesia Praaksara Bagian Dua 
    Sekitar tahun 300 SM gelombang migrasi kedua bangsa Melayu Austronesia tiba di Nusantara. Mereka lazim disebut bangsa Deutero-Melayu (Melayu Muda). Seperti halnya bangsa Proto-Melayu, mereka juga berasal dari Yunan. Mereka membawa peradaban logam (perunggu). Migrasi melalui jalur barat, yaitu Semenanjung Melayu— Sumatra—wilayah Indonesia. Bangsa Deutero-Melayu berkembang menjadi suku Melayu, Jawa, Sunda, dan Bugis.
  3. Weddoid
    Ras Weddoid datang ke Indonesia sebelum bangsa Proto-Melayu dan Deutero-Melayu. Mereka berkembang di Sumatra, Palembang, Jambi, Sulawesi Tenggara (Toala), dan Siak. Mereka datang pada Masa Paleolitikum akhir. Baca artikel sebelumnya!
  4. Papua Melanesoid
    Papua Melanesoid merupakan nenek moyang bangsa Papua dan Melanesia. Mereka berkembang menjadi suku Semang (Malaysia) dan suku Negrito (Filipina).
error: Content is protected !!
Open chat
Butuh bantuan?
Halo
Ada yang bisa dibantu?