Perkembangan Agama dan Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia

Perkembangan Agama dan Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia

A. LAHIRNYA AGAMA HINDU DI INDIA Perkembangan Agama dan Kebudayaan

Agama Hindu lahir di India diawali dengan kedatangan bangsa Arya melalui Celah Khyber (Khybar Pass) pada tahun 2000-1500 SM. Kedatangan bangsa Arya telah mendesak suku bangsa Dravida yang merupakan penduduk asli daerah tersebut. Mereka disebut anasah artinya pesek dan dasa artinya raksasa karena penampilan fisiknya yang berhidung pesek serta bertubuh pendek dan besar. Perkembangan Agama dan Kebudayaan

Bangsa Arya dan bangsa Dravida menyembah banyak dewa atau politeisme yang merupakan warisan dari masa praaksara. Pertemuan kebudayaan antara kebudayaan bangsa Dravida dan bangsa Arya telah melahirkan sinkretisme—paham (aliran) baru yang merupakan perpaduan dari beberapa paham yang berbeda untuk mencari keserasian atau kesinambungan— kebudayaan dalam bentuk agama Hindu. Bangsa Arya tidak ingin terjadi percampuran darah dengan bangsa Dravida. Bangsa Arya pun menciptakan sistem kasta yang membagi-bagi kelompok dalam masyarakat menjadi beberapa golongan, seperti brahmana, kesatria, waisya, dan sudra.

Agama Hindu memuja banyak dewa (politeisme), tetapi terdapat tiga dewa utamanya yang disebut Trimurti, yaitu Brahma Sang Pencipta, Wisnu Sang Pelindung, dan Siwa Sang Perusak. Selain itu, masih banyak dewa-dewa lainnya, seperti Dewa Indra (dewa hujan) dan Dewa Surya (dewa matahari). Selain Trimurti, agama Hindu juga mengenal Tridewi, yaitu Dewi Saraswati, Dewi Sri Laksmi, dan Dewi Durga (Parwati).

Agama Hindu mengenal ajaran tentang karma dan reinkarnasi. Karma dianggap sebagai ganjaran atas setiap perbuatan manusia, perbuatan baik maupun buruk. Ada juga ajaran tentang reinkarnasi, yaitu kelahiran kembali manusia ke dunia sesuai dengan perbuatannya. Apabila selama hidupnya ia banyak berbuat kebaikan, dia akan mendapatkan kebahagiaan di kehidupan selanjutnya, begitu pula sebaliknya.

Kitab suci agama Hindu adalah Weda yang terbagi dalam empat bagian (Caturweda), yakni sebagai berikut.
a. Rigweda berisi pemujaan dalam agama Hindu.
b. Yajurweda berisi pengetahuan suci tentang upacara pengorbanan.
c. Samaweda berisi irama dan lagu-lagu.
d. Atarwaweda berisi pengetahuan suci yang bermanfaat di dunia.

Perkembangan agama Hindu di India terbagi menjadi empat zaman, yaitu zaman Weda, zaman Brahmana, zaman Upanisad, dan zaman Buddha.

a. Zaman Weda (1500 SM)
Fase pertama perkembangan agama Hindu di India. Bangsa Arya mengembangkan agama Hindu di daerah Punjab. Hal ini dibuktikan dengan penemuan patung Dewa Siwa di sisa-sisa reruntuhan Kota Mohenjodaro. Wahyu Weda diturunkan secara bertahap melalui pendengaran (sruti). Mereka yang menerima wahyu Weda disebut maharesi. Masyarakatnya sudah terbagi dalam empat kasta, yaitu brahmana, kesatria, waisya, dan sudra.
b. Zaman Brahmana (1000-750 SM) Perkembangan Agama dan Kebudayaan
Masa ketika kaum brahmana memegang peran penting dalam kehidupan sehari-hari umat Hindu. Kaum brahmana menyusun berbagai upacara dan doa-doa yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Baca artikel sebelumnya!
c. Zaman Upanisad (750-500 SM)
Pada zaman ini agama Hindu tidak hanya mengajarkan tentang upacara keagamaan saja, tetapi juga falsafah agama Hindu.
d. Zaman Buddha (500 SM-300 M)
Masa ketika agama Buddha mulai berkembang. Sementara itu, agama Hindu juga semakin menyebar luas ke luar wilayah India, termasuk ke Nusantara.

B. LAHIRNYA AGAMA BUDDHA DI INDIA Perkembangan Agama dan Kebudayaan

Agama Buddha lahir di India sekitar abad V SM. Tokohnya adalah Pangeran Siddharta, putra Raja Sudhodana dari Kerajaan Ashoka di Kapilawastu. Pangeran Siddharta dilahirkan tahun 563 SM. la pergi meninggalkan istana dan melihat rakyatnya banyak yang menderita. Akhirnya, Pangeran Siddharta melakukan perjalanan untuk menemukan jawaban atas penderitaan manusia di dunia. Dalam perjalanannya itu, Pangeran Siddharta melakukan semadi di bawah pohon bodhi di Bodh Gaya. Setelah berhasil menemukan pencerahan sempurna, Siddharta yang berhasil menjadi Sang Buddha pada usia 35 tahun mulai melakukan penyebaran ajarannya pertama kali di Sarnath.

Dalam agama Buddha, kebahagiaan di dunia bersifat sementara. Manusia mengalami penderitaan (samsara) karena adanya nafsu, cinta terhadap kehidupan di dunia (tresna). Agar manusia tidak mengalami penderitaan, manusia harus menempuh delapan jalur kebenaran (astawida), yaitu ajaran yang benar, niat yang benar, perkataan yang benar, tingkah laku yang benar, mata pencarian yang benar, usaha yang benar, perhatian yang benar, dan semadi yang benar. Manusia akan mengalami kehidupan kembali (reinkarnasi) di dunia sesuai perbuatannya.

Agama Buddha yang berkembang terbagi dalam dua aliran, yaitu Hinayana (kendaraan kecil) dan Mahayana (kendaraan besar). Tujuan utama dalam Buddha Hinayana adalah menjadi arahat (orang yang telah membebaskan diri dari keinginan-keinginan) dan mencapai nirwana dengan usahanya sendiri. Sementara itu, dalam Buddha Mahayana, tujuan utamanya adalah menjadi bodhisatwa (calon Buddha). Dalam mencapai nirwana, manusia dapat saling membantu (kendaraan besar).

Kitab suci agama Buddha dalam bahasa Sanskerta disebut Tripitaka atau dalam bahasa Pali disebut Tipitaka yang berarti tiga keranjang besar. Tripitaka terbagi menjadi tiga, yakni sebagai berikut.
a. Sutta Pitaka yang berisi kumpulan khotbah Sang Buddha.
b. Vinaya Pitaka yang berisi peraturan-peraturan bagi para biksu dan biksuni.
c. Abidharma Pitaka yang berisi filsafat, ilmu pengetahuan tentang tujuan, dan hakikat kehidupan manusia. Baca artikel sebelumnya!

C. PENYEBARAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN HINDU-BUDDHA DI INDONESIA

Agama Hindu yang lahir di India menyebar luas ke Indonesia melalui beberapa saluran, yakni sebagai berikut.
a. Perdagangan Perkembangan Agama dan Kebudayaan
Saluran perdagangan adalah saluran yang paling efektif dalam menyebarluaskan agama Hindu. Para pedagang India sudah sejak lama melakukan hubungan dagang dengan daerah-daerah lain, termasuk Indonesia. Pada saat berdagang, mereka tidak langsung kembali ke daerah asalnya. Mereka menetap sementara untuk mengisi perbekalan dan berinteraksi dengan penduduk setempat. Pada saat itulah, penduduk setempat ada yang tertarik dengan agama Hindu sehingga berniat untuk mempelajarinya lebih lanjut.
b. Pernikahan
Pernikahan adalah saluran penyebaran agama Hindu yang cukup efektif. Pada saat para pedagang India berinteraksi dengan penduduk setempat, ternyata ada yang akhirnya menikah dengan penduduk setempat. Mereka yang menikahi para pedagang India akhirnya memilih untuk turut serta menganut agama Hindu.
c. Pendidikan
Penduduk setempat yang tertarik dengan agama Hindu ada yang sampai berlayar ke India untuk mempelajari atau mendalami agama Hindu langsung di daerah asalnya.
d. Peperangan
Terdapat dugaan adanya penaklukan yang dilakukan oleh kerajaan- kerajaan Hindu di India terhadap penduduk setempat sehingga berkembanglah kerajaan bercorak Hindu di Indonesia.

Menurut para ahli sejarah, terdapat beberapa teori mengenai tokoh pembawa dan penyebar agama Hindu ke Indonesia. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut.

a. Teori Brahmana Perkembangan Agama dan Kebudayaan

Teori brahmana dikemukakan oleh J.C. van Leur. Menurut teori ini, golongan yang menyebarluaskan agama Hindu adalah kaum brahmana. Mereka diundang oleh kepala suku setempat untuk mengajarkan agama Hindu sekaligus melegitimasi kekuasaan raja-raja Nusantara setingkat raja-raja India. Teori brahmana diperkuat oleh peninggalan- peninggalan prasasti kerajaan Hindu yang banyak menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta—merupakan bahasa dalam kitab suci agama Hindu yang hanya dapat dibaca oleh kaum brahmana.

b. Teori Kesatria

Teori kesatria dikemukakan oleh C.C. Berg, Mookerji, dan J.L. Moens. Menurut mereka, agama Hindu disebarluaskan oleh gologan kesatria. Agama Hindu di Indonesia yang berkembang sekitar abad ke IV-V M bertepatan waktunya dengan masa keruntuhan kerajaan-kerajaan Hindu di India. Para anggota bangsawan India itu melarikan diri ke Indonesia dan berhasil menaklukkan kelompok suku setempat hingga akhirnya membangun koloni-koloni. Ada juga yang membantu suku-suku setempat dalam peperangan antarsuku hingga meraih kemenangan. Sebagai balasannya, mereka diperbolehkan menikahi putri kepala suku. Mereka nantinya menjadi pengganti kepala suku dan raja. Akhirnya, berkembanglah kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia.

c. Teori Waisya Perkembangan Agama dan Kebudayaan

Teori waisya dikemukakan oleh NJ. Krom. Golongan waisya adalah golongan pedagang yang banyak melakukan perdagangan antardaerah, termasuk dengan para pedagang Indonesia. Golongan ini ada yang akhirnya menikahi penduduk setempat. Penduduk yang dinikahinya tersebut kemudian memeluk agama Hindu sehingga berkembanglah agama Hindu di Indonesia.

d. Teori Sudra

Teori sudra dikemukakan oleh van Faber. Menurut teori ini, agama Hindu disebarluaskan oleh golongan sudra. Golongan sudra adalah golongan terbuang yang berlayar ke daerah lainnya untuk mengubah nasib mereka yang kurang beruntung di India.

e. Teori Arus Balik

Teori arus balik dikemukakan oleh F.D.K. Bosch. Menurut teori ini, bangsa Indonesia memiliki peran aktif dalam proses penyebarluasan agama Hindu di Indonesia. Setelah penguasa dan penduduk setempat berinteraksi dengan para pedagang Hindu dan pendeta-pendeta dari India, mereka menjadi tertarik dan mengirimkan perwakilannya ke India untuk mempelajari agama Hindu. Setelah kembali dari belajar, orang-orang Indonesia itulah yang mengajarkan dan menyebarluaskan agama Hindu di Indonesia.

Berbeda dengan agama Hindu, agama Buddha langsung disebarluaskan oleh kelompok biksu/biksuni yang berlayar ke berbagai penjuru dunia. Mereka memiliki kewajiban menyebarluaskan agama Buddha ke seluruh dunia. Penduduk setempat yang tertarik dan ingin mempelajari lebih lanjut agama Buddha banyak yang berangkat ke India untuk memperdalam agama Buddha. Setelah kembali dan menjadi biksu/biksuni, mereka pun turut menyebarluaskan agama Buddha.

Pada sekitar abad V, agama Buddha mulai dikenal di Indonesia. Pada akhir abad VII, l-Tsing, peziarah Buddha dari Tiongkok, berkunjung ke Pulau Sumatra yang kala itu disebut Swarnabhumi, tepatnya di Kerajaan Sriwijaya, la menemukan agama Buddha diterima luas oleh rakyat, dengan Sriwijaya sebagai pusat pembelajaran agama Buddha.  Baca artikel sebelumnya!

   D. PERKEMBANGAN KERAJAAN-KERAJAAN HINDU-BUDDHA DI INDONESIA

 Kerajaan Kutai

a. Lokasi.
Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang berdiri sekitar abad IV M di hulu Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.

Perkembangan Agama dan Kebudayaan.
Perkembangan Agama dan Kebudayaan.

b. Kehidupan politik pemerintahan
1) Kerajaan Kutai didirikan oleh Kudungga yang merupakan kepala suku pribumi setempat Kudungga sebagai raja pertama berhasil mengembangkan kekuasaannya hingga menjadi suatu kerajaan bercorak Hindu. Kudungga telah mengubah sistem pemerintahan Kutai dari sistem pemerintahan kepala suku menjadi sistem pemerintahan kerajaan yang bersifat turun-temurun.
2) Selain Kudungga, raja Kutai yang cukup terkenal adalah Aswawarman yang dianggap sebagai titisan Dewa Matahari Ansuman. Aswawarman adalah putra Kudungga dan merupakan pendiri dinasti Kerajaan Kutai atau wangsakerta. Jika pada masa Kudungga agama Hindu baru masuk, pada masa Aswawarman agama Hindu sudah berkembang. Aswawarman sendiri dianggap sebagai raja yang sudah menganut agama Hindu.
3) Raja terkenal dari Kerajaan Kutai lainnya adalah Mulawarman. la dianggap paling berjasa dalam membawa kemakmuran bagi masyarakat Kerajaan Kutai. Mulawarman adalah anak dari Aswawarman. Pada masa pemerintahannya, terjalin hubungan yang baik antara pemerintah dan kaum brahmana. Hal ini ditandai dengan diberikannya sedekah 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana oleh Raja Mulawarman.

c. Kehidupan sosial ekonomi
1) Berdasarkan prasasti peninggalannya, masyarakat Kerajaan Kutai diketahui telah hidup dengan tertib dan teratur. Hubungan antarkasta dalam masyarakatnya berlangsung baik. Kaum brahmana memiliki kedudukan yang terhormat karena bertugas sebagai pemimpin dalam upacara penghinduan vratyastoma (penyucian diri).
2) Kerajaan Kutai memiliki posisi geografis yang strategis sehingga perdagangan di wilayah ini sangat ramai. Banyak penduduk Kutai yang bermata pencarian sebagai nelayan. Selain itu, untuk menunjang kegiatan perdagangan, penduduk setempat juga mengembangkan pertanian. Hasil pertanian menjadi salah satu komoditas perdagangan.

d. Kehidupan budaya

1) Penduduk Kerajaan Kutai menggunakan bahasa Melayu sebagai pengantar sehari-hari. Adapun kaum brahmana mengenal bahasa Sanskerta.
2) Kerajaan Kutai merupakan kerajaan bercorak Hindu Siwa. Hal ini dibuktikan dengan adanya tempat suci waprakeswara yang merupakan tempat pemujaan kepada Dewa Siwa. Di Pulau Jawa, ditemukan pula tempat suci pemujaan Dewa Siwa yang disebut baprakeswara.
3) Peninggalan Kerajaan Kutai yang terkenal adalah tujuh yupa (tugu batu) yang ditulis menggunakan bahasa Sanskerta berhuruf Pallawa. Yupa-yupa tersebut menceritakan upacara penghormatan yang dilakukan Raja Mulawarman untuk kaum brahmana dengan memberikan pengorbanan 20.000 ekor sapi.

e. Runtuhnya Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai runtuh setelah Maharaja Darma Setia tewas dalam peperangan dengan Kerajaan Kutai Kartanegara (bercorak Islam) yang dipimpin oleh Raja Aji Pangeran Anom Panji sekitar abad XIII. Selanjutnya, Kerajaan Kutai ini menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Kutai Kartanegara. Baca artikel sebelumnya!

error: Content is protected !!
Open chat
Butuh bantuan?
Halo
Ada yang bisa dibantu?